Sweden – Residence Permit

Sweden – Residence Permit

As I said before on this blog, I’m going to continue my study in Software Engineering starting this September in Sweden. I will get there in August, 2 weeks before my courses start, to adapt myself in a significant new environment. I said “significant”, because at this moment I’m living in a crowded and busiest city in Indonesia called Jakarta, and I’ll be living in a quiet peaceful village (as mentioned by my new friend in there) called Karlskrona, and I will be living surrounded by Sea! Yeah! Sea!

Now, before I could get there, as an Indonesian, I need some kind of visa to enter Sweden. For you, Indonesian, who wanted to study in Sweden, I’m going to inform you how to get a Residence Permit to Enter Sweden.Β Wait, is it a Visa or is it the Residence Permit? A Visa is needed when you intend to live in Sweden for not more than 3 months, for students who will be living at least a year, must apply for a Residence Permit.

This is how it looks like
This is how it looks like

Now, this is what you have to do to:

  1. Make sure you have an Admission Letter from your aim University, in my case it is from Blekinge Institute of Technology (BTH). Most of students who aim a Sweden University, applied from universityadmissions.se. I was applied for Erasmus Mundus in Software Engineering (EMSE), so my first Admission Letter was coming from EMSE Consortium. Later on I’ve been told, that I will received another Admission Letter from BTH, and this letter came on late May.
  2. Make sure you have paid for your Tuition Fee. Though I was applying through Erasmus Mundus Consortium, I didn’t get the scholarship, which means I have to pay the study (and my living cost) on my own. After I received BTH’S Admission Letter, I processed the tuition fee payment immediately. The BTH’s staff informed me when the payment is received, and I can continue to the next step.
  3. Make sure you had a Health Insurance. If you are a scholarship recipient, this should be provided by your scholarship provider. if you are not, then you must have a 30.000 euros insurance, provided by any insurance company here in Indonesia. Thanks to God, I didn’t have to prepare that sum of money because my University provides the Health Insurance.
  4. Make sure you have sufficient amount of money for your living cost, printed on your own name. In my case, I will be studying in Sweden for a year, then continue the study in Germany. When you apply for a year, you only need to have 10 months living cost of 7300 SEK (Swedish Krona) per month. So the total amount in your bank account should not be less than 73000 SEK (109.500.000 rupiahs / $10.950). You can ask your bank to provide a Recommendation Letter, a proof that state you have this amount. But my method was: I scanned my bank account book, then printed the last 6 months journal of my account transaction from internet banking.
  5. Now, you have your Admission Letter and Health Insurance, you have paid your tuition fee, and you have your bank proof, you only need to scan it all (if they didn’t come as digital file) and a scan of your passport (the identity information and pages contain stamped from other places you went).
  6. Apply Online. Yes, it is online. Prepare about 40 minutes to 1 hour of your time in front of the computer to fill some form and upload your files. It’s easy and fast. But if you cannot apply online, you need to download a form and send it with copies of your files to Sweden Embassy in Jakarta.

I put my data online on 05/29, I got a phone by Sweden Embassy’s staff two days later telling me that I have granted the residence permit, and I have to come to Sweden Embassy’s office on 05/06 to take picture, fingerprint and signature, no interview needed. Very fast, huh? Yeah, I like Sweden already!

I finally got my Residence Permit card last thursday, 06/20 (as they promised me in advanced that the card will be delivered in two weeks). There’s no need to put some stickers on my passport, because the card itself have a same function as a Schengen Visa. This means, I can travel the whole countries in Europe that allows Schengen Visa! I hope I can make time and money to do the travel! Amin!

Advertisement
Bangkok – Preparation

Bangkok – Preparation

Bangkok Trip - Signed Passport
Bangkok Trip – Signed Passport

Seperti yang saya sampaikan pada postingan saya sebelumnya, saya akan cerita sedikit mendetail mengenaiΒ 6 hari jalan-jalan saya selama di Bangkok, Thailand. πŸ˜€

Let me begin with things must be prepared before departure:

Tiket, Transport ke Bandara dan Airport Tax

Pulang pergi dari Jakarta – Bangkok, saya menggunakan maskapai penerbangan murah meriah : Air Asia. Tapi ini gak ngiklan ya.. hehe.. karena walaupun trip ini kami rencanakan 5 bulan sebelumnya, sebenernya dapat harga tiket PP-nya juga ga murah-murah amat sih. Sepertinya kami belum rezeki rebut-rebutan tiket yang harga 10 ribuan itu.. Hiks.. Harga tiket pulang-pergi saya kemarin adalah 1.950.000,00 rupiah. Bagi saya, harga ini masih termasuk murah untuk keluar negeri. Karena biasanya untuk pulang kampung ke kalimantan saja, saya menghabiskan 1.5 – 2 juta untuk tiket pulang-pergi πŸ™‚

Jangan lupa untuk biaya transport, tetap harus dimasukkan biaya dari tempat-tinggal sampai bandara dan sebaliknya. Kemarin karena bertiga, maka kami memutuskan untuk pakai taksi ke Bandara. Dari tempat teman saya di Jalan Bangka, Jakarta Selatan, kemudian menjemput saya dan temen saya satunya (yang kebetulan satu kos) di Slipi Palmerah, hingga ke Bandara menghabiskan biaya 120.000,00 rupiah termasuk uang Tol. Untuk biaya pulang dari Bandara ke kos saya, kurang lebih sama πŸ™‚

Dan di Indonesia ini, untuk berangkat ke luar negeri, masih dikenakan biaya Airport Tax sebesar 150.000,00 rupiah. Sementara tiket pulang Bangkok – Jakarta sudah termasuk Airport Tax, jadi tidak perlu mengeluarkan biaya lagi di Bandara Bangkok. Ketika saya ke Bangkok, bandara untuk Air Asia adalah di Don Mueang.

Bagasi

Maskapai Air Asia secara default tidak menyediakan gratis fasilitas untuk bagasi. Sehingga jika akan membawa bagasi, maka harus membeli. Perhatikan betul ketika mau pergi liburan, apakah mau backpacking style atau mau geret-geret-koper style πŸ˜† perjalanan kali ini ke Bangkok, karena memang mempersiapkan diri buat belanja-belanja hemat (belanja kok hemat), maka saya dan teman-teman pun sepakat menggunakan koper. Yap, perjalanan kali ini agak in-style dikit lah, jadi jangan nyinyir kalo yang biasa backpacking yaa.. πŸ˜€

Untuk itu, dengan koper setengah kosong ketika berangkat, kami membeli 20 kg bagasi. Dan untuk pulangnya kami membeli 50 kg bagasi. Untuk bertiga πŸ˜€ bukan buat masing-masing ya.. soalnya belanjaannya buat dipake sendiri bukan buat jualan.. hahahaha.. *wink*

Harap diperhatikan juga, walaupun hampir semua maskapai penerbangan menyediakan tempat menyimpan tas di atas tempat duduk penumpang, biasanya sudah ditentukan barangnya tidak boleh lebih dari 7-8 kilo. Sebaiknya sih di turutin ya.. karena kalo keberatan: Pertama, susah naikinnya. Kedua: susah nuruninnya. Ketiga: ada kemungkinan pas naikin dan nurunin itu barang berat, Anda nabok kepala orang yang di bawahnya.

Hotel

Kami memesan hotel lewat Agoda.com πŸ™‚

Berhubung karena melihat harga di Agoda, untuk menginap di hotel ternyata murah (alias masih masuk budget kami yaa), maka kami putuskan menginap di hotel saja, bukan di hostel πŸ˜€ Karena menginap di hotel inilah, ya akhirnya bisa koperan..

Tadinya cuma pesan 3 malam, karena 2 malam sebelumnya, direncanakan akan kami habiskan di kereta pulang-pergi Bangkok – Chiang Mai – Ayutthaya – Bangkok. Tapi berhubung waktu yang kurang memungkinkan, maka trip ke Chiang Mai kami batalkan, dan trip ke Ayutthaya cukup memakan 1 hari pulang-pergi, maka kami memesan lagi penginapan di hotel lain untuk 2 malam.

Hotel pertama adalah Unico Express di Sukhumvit. Well, jujur saja, saya ga terlalu suka hotel ini, karena: Pertama, aslinya tidak seperti gambarnya di Agoda yang cuma maenin pencahayaan aja. Jadi keliatannya bagus, padahal tidak sama sekali πŸ˜† Hotel yang seperti hostel. Kedua, kamar hotelnya, duh, ternyata tidak dibersihkan dengan sepenuh hati. Tempat tidurnya ketika kami buka selimut, ternyata masih penuh serpihan-serpihan debu dan kotoran. Ketiga, gak ada jendela yang bisa dibuka. Keempat, hotel ini berada di daerah orang-orang Arab. saya takut sama mereka, jadi ya gitu deh. Hahaha..

Hotel Kedua adalah SPB Paradise, di daerah Sutthisan. Tempatnya agak nyempil gitu, tapi saya suka hotel ini, karena: Pertama, BERSIH! Kedua, walaupun agak nyempil, tapi mereka menyediakan shuttle (golf) car dari hotel ke stasiun MRT terdekat. Ketiga, ada balkonnya dan tempat buat jemur baju! πŸ˜† Keempat, saya lebih merasa tentram tinggal di hotel ini.. πŸ˜†

Untuk biaya kedua hotel itu sendiri, kami menghabiskan sekitar 700 ribu per orang. Untuk 5 malam, lumayan hemat lah yaa πŸ™‚

Bahasa

Kalau kamu-kamu sekalian mau ke Thailand, sebaiknya bisa bahasa Thailand dan bisa baca huruf Thailand!

Etapi kalau ga bisa juga gak papa sih, bahkan kalau ga jago bahasa inggris pun kayaknya gak papa. Karena selama disana, kalau belanja, pakai kalkulator, kalau nanya-nanya, pakai gesture. Hahahaha πŸ˜†

Karena bukan negara berbahasa inggris seperti Singapore atau Malaysia, agak susah berkomunikasi di Thailand 😦 Kalau di tempat-tempat umum (seperti bandara atau stasiun kereta atau MRT atau BTS), para pekerjanya bisa lah berbicara bahasa inggris. Jadi siap-siap mental aja kalau disana tersesat atau gimana. πŸ˜† yang penting siapkan PETA πŸ˜‰ sebaiknya beli peta dari indonesia aja, atau donlot sebanyak2nya dari internet yang sudah ada bahasa latinnya ya πŸ˜‰ kalau udah biasa piyambakan sih pasti bisa survive, kalo yang ga biasa, mending ikut tur aja deh ya.. *pukpuk*

Visa

Kalau cuma buat jalan-jalan 30 hari, orang Indonesia ga perlu bikin Visa untuk ke Bangkok. Cukup datang aja, trus di cap. Kalau lebih dari 30 hari, baru deh bikin visa, tapi ya maap saya gatau prosedurnya gimana, karena kemarin cuma 6 hari aja jalan-jalan disananya ya.. Lebih jelasnya, silakan ke website kedutaan thailand aja ya πŸ˜‰

Departure Day

Pastikan Anda tiba di Bandara tepat waktu! πŸ˜‰

Kami berangkat ke Bangkok dengan penerbangan pukul 7.45 pagi dan kami berangkat dari kos pukul 4.45 pagi. Yap! 3 jam sebelumnya. Walau di pagi hari bisa dikira-kira jalanan jakarta lancar jaya, but we won’t take risk. Pastikan Anda tau, penerbangan Anda di terminal mana. Di Bandara Soekarno-Hatta, untuk Air Asia ditempatkan di Terminal 3, baik domestik maupun internasional. Untuk Check-In-nya sendiri, menggunakan Air Asia memang cukup nyaman, karena bisa web check-in dari beberapa hari sebelumnya, dan print Boarding Pass menggunakan mesin-mesin print otomatis yang tersedia di Bandara. Namun jika membawa Bagasi, tetap harus mengantri untuk drop baggage.

Yang ga asik ya antrian drop baggage ini. Karena kebiasaan orang Indonesia suka telat, akhirnya walaupun udah ngantri, tetep harus ngeduluin orang-orang yang baru mau check-in untuk penerbangan yang notabene 15 menit lagi akan boarding atau bahkan sudah boarding. Jadi pesawatnya nunggu penumpang, alias penumpang yang on time nungguin penumpang yang telat.. nyebelin kan!Β *tapok jidat*Β 

Bahkan ketika kami bertiga sudah dapat giliran, masih aja diserobot ibuk-ibuk dengan penerbangan pukul 5.40 sementara waktu sudah menunjukkan pukul 5.30. Meskipun ditolak mentah-mentah oleh petugas Air Asia, si ibuk ini tetep ngotot. Pesawat pukul 5.40 itu, artinya jam segitu harusnya sudah take-off, bukan masuk pesawat (atau parahnya baru mau check-in). Kalau selama ini di Indonesia, 5.40 (atau lebih) itu baru masuk pesawat, itu artinya delay, sodara-sodara! Coba aja kalo dari pagi, semua pesawat baik hati masih nungguin penumpang-penumpang yang suka telat ini, ya wajar lah kalo pesawat sore dan malam itu sering banget delay πŸ˜›

Makanya, sebisa mungkin sampailah lebih awal di Bandara, setidaknya 2 jam sebelum keberangkatan. Karena naik pesawat, bukan kayak naik angkot πŸ˜†

All checked! Siap keliling Bangkok! Nantikan postingan bagian kedua yaaa πŸ˜€